Situs Islam: Klub Sekolah Mentoring Agama Islam

Archive for October, 2008

Mengejar Cita Cita…

Posted by WD on October 27, 2008


Oleh: DR. Hidayat Nur Wahid

Sewaktu tamat SD saya ingin sekali jadi dokter. Karena di tempat saya lahir di Prambanan, hanya ada satu dokter dan di kampung dimana saya tinggal hanya ada satu mantri kesehatan. Betapa mulianya mereka karena bisa membantu tetangga, bisa membantu sesama, memberikan obat, membantu kesembuhan penyakit. Saya ingin seperti mereka.

Eh… oleh ayah saya malah dikirim ke pesantren Gontor, ya sudah. Tapi waktu saya dikirim ke Gontor, yaa saya tidak menyesal, tidak pula menyesali ayah yang sudah mengirim saya ke sana. Disana saya belajar dengan serius hingga teman-teman pesantren menyebut saya dengan kutu buku, yaaa orang menyebut saya sangat rajin. Kalau di pesantren ada istilah sairolaya yang artinya begadang. Saya juga membentuk grup untuk qiyamul lail dan grup puasa senin-kamis dengan teman-teman saya. Dan jangan pernah membayangkan di pesantren, kalau makan dan minum seadanya yang ada di pesantren.
Di pesantren saya ikuti seluruh kegiatan, silat, kursus sastra inggris dan arab, termasuk jahit menjahit saya ikuti. Dan yang menjadi andalan saya adalah kegiatan pramuka. Setamat dari Gontor yaaa Alhamdulillah hasil raport saya kalau tidak peringkat satu yaa dua.
Selesai dari Gontor saya masih terobsesi menjadi dokter, lalu saya mendaftar di UGM. Tapi apa, kiai saya bilang: kalau kamu mau keluar negeri supaya bahasa arab kamu menjadi lebih baik, saya kasih ijazah.

Sesungguhnya pesantren saya tidak pernah mengeluarkan ijazah. Saya pikir dengan begini pesantren saya menolak untuk memberikan ijazah, tapi ternyata saya malah dikasih ijazah oleh kiai saya itu. Kemudian ada senior saya yang mendapatkan ijazah melalui kursus bahasa arab. Dia mengatakan, kok ijazah daro Gontor cuma digunakan di dalam negeri yaa mubazir. Akhirnya senior saya itu mengambil ijazah saya dan mengirimkannya ke Madinah. Jadi bukan saya yang mengirim ijazah ke Medinah, senior saya yang kirim. Dan jadilah saya kuliah di Madinah. Disana saya sempat ikut organisasi, menjadi pemimpin persatuan pelajar Indonesia di Saudi Arabia. Saya juga aktif di olahraga, saya termasuk orang yang membuat lapangan badminton di kampus. Sampai saat ini saya masih main badminton. Saya juga pernah ikut lomba balap lari di padang pasir. Pernah ketika berlari di padang pasir di pagi hari saya dikejar anjing serigala. Saya pikir sudah berlari di padang pasir, dikejar anjing juga…

Terus terang Saya agak takut juga dikejar anjing serigala waktu itu. Tapi saya teringat di Indonesia kalau dikejar anjing, kita duduk anjingnya balik. Mungkin ini spekulatif, tapi mungkin juga ada bahasa internasional para anjing. Jadi begitu dikejar, saya duduk. Ternyata anjing itu berhenti dan balik lagi tidak jadi mengejar. Ternyata memang sama bahasanya sesama para anjing. Anjing-anjing itu kabur dan selamatlah saya.

Di Madinah pun saya aktif mengikuti kegiatan olahraga, organisasi, pramuka dan belajar juga saya giatkan. Dan demikianlah saya mengikuti kuliah jenjang S1 dan S2 tanpa pernah meminta, bahkan saat S2 saya minta pulang karena ingin berdakwah di tanah air. Tapi apa daya, saya kembali dipaksa kuliah melanjutkan ke S3. Mungkin satu-satunya di dunia kuliah S3 yang dipaksa, maksanya pun pake merayu segala. Oleh dosen pembimbing saya diajak keliling kota Madinah oleh mobil pribadinya, beliau sendiri yang menyetir. Beliau Direktur Pasca Sarjana di Universitas Madinah. Sepanjang jalan belau merayu saya supaya mau masuk program S3. Seluruh argumentasi beliau bisa saya jawab. Hanya satu yang tidak bisa saya jawab yakni ketika beliau mengatakan: anda kok ngotot mau pulang?apakah anda sudah mumpuni, seluruh ilmu sudah anda kuasai sehingga anda tidak pelu lagi belajar? Dengan pertanyaan itu, saya mati kutu. Siapa yang sudah mumpuni, siapa orang yang sudah tidak perlu ilmu lagi?

Justru kata kiyai saya, kalau anak-anakku pulang ke masyarakat, itu artinya anak-anakku akan belajar lagi ilmu dari masyarakat. Dia akan belajar lagi. Saya terdiam, dan kemudian beliau memerintahkan besok masukkan proposal ke program S3. Dan akhirnya masuk. Dengan begitu semakin jauh lah cita-cita saya. Dari awal menjadi dokter akhirnya menjadi doctor.

Ketika pulang ke Indonesia, saya inginnya pulang ke Yogyakarta dekat dengan prambanan, tempat dimana saya dilahirkan. Tapi apa boleh buat, sekali lagi cita-cita saya kandas di tengah jalan. Teman-teman saya di Jakarta “megangin tangan” saya. Sudah di Jakarta saya inginnya jadi aktivis, jadi dosen. Eh…kawan-kawan justru bikin partai. Pendapat saya waktu itu kita jangan buat orpol dulu ormas saja. Supaya gak lompat jauh dari LSM ke Parpol. Tapi ternyata tidak. Gak lama bikin ormas lalu bikin orpol. Kan lompatnya jauh. Suara saya di Syuro kalah. Apa boleh buat saya harus mengikuti hasil syuro itu. Setelah kalah suara justru disuruh menjadi deklarator, disuruh menjadi presiden…presiden partai maksud saya.

Itu semuanya diluar dari apa yang saya cita-citakan. Karenanya berprestasi atau nggak, gak ngerti saya. Karena semua yang saya ceritakan diluar dari cita-cita saya. Tapi selama ini yang saya lakukan ketika mendapatkan posisi, apapun itu, saya laksanakan dengan maksimal. Mulai dari kuliah S1, S2, S3 justru yang mengajukan bukan saya. Saya belajar dengan maksimal ditempat dimana saya diamanahkan di sana. Sampai akhirnya saya menjadi Ketua MPR ya sudah, saya terima apa adanya. Dulu saya gak pernah baca Undang Undang Dasar, gak pernah tahu ayat-ayat kecuali ayat Al Qur’an dan ayat-ayat cinta. Sekarang ini, “terpaksa” saya harus baca dan bahkan menghapal UUD 1945 diluar kepala. Kalau sekarang kita berdebat soal Undnag Undang yaaa, inysa Allah saya bisa mengalahkan anda. Otomatis, itu yang saya lakukan, memaksimalkan pekerjaan. Jadi kalau boleh disebut, apa yang saya lakukan , apapun amanah yang saya dapat, saya mengerjakannya dengan maksimal. Menurut saya berapa jam tidurnya tidak menjadi ukuran orang bisa berprestasi atau tidak. Sesuaikan saja dengan tantangan pada hari itu apa.

Oleh: DR. Hidayat Nur Wahid

http://hidayatnurwahid.blogdetik.com/category/tentang-saya/

Posted in Mentor Islam, Suplemen, Uncategorized, Wawasan | Tagged: , | Leave a Comment »

Instrumen Keuangan Syariah; Komentar

Posted by WD on October 27, 2008


Oleh:Arlina Veralda binti Ardas Wahab

(silakan dikoreksi kalo2 ada informasi yang salah atau kurang)

Tanggal 20 Januari 2008, saya dan suami berkunjung ke Festival Ekonomi Syariah di JCC Jakarta. Acara yang ternyata umumnya dikunjungi oleh wanita2 berjilbab dan pria2 berjenggot ini menggaet sejumlah industri bidang ekonomi syariah, seperti perbankan, investasi, asuransi, properti dan sebagainya. Walaupun ada juga booth yang gak nyambung seperti booth pakaian dan sekolah Islam, saya salut kepada Bank Indonesia sebagai penyelenggara yang berinisiatif mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. Ya iya lah, buat bank, tentunya lebih menguntungkan dengan menggunakan perbankan syariah dibandingkan perbankan konvensional. Masih ingat krisis moneter 1998? Hampir semua bank berdarah-darah, kecuali bank-bank dan BMT syariah.

Berhubung belakangan saya agak sedikit mata duitan dan sedang tergila2 berinvestasi reksadana, tentunya saya senang sekali bisa datang ke pameran ini. Lupa deh dengan mabok dan capek saya di hamil bulan ke-6 ini. *^_^*. Ilmu yang didapet di sana lumayan banyak. Sayang, BNI Syariah menggelar marawis yang super berisik di booth-nya, sehingga saya tidak bisa mendengarkan diskusi dengan Safir Senduk di booth HSBC Amanah dan Onno W. Purbo di booth Bank Permata Syariah.

Reksadana

Ini bagian yang paling menarik *^_^*

Reksadana adalah sebuah wadah bagi sekumpulan orang yang ingin berinvestasi di saham, obligasi dan pasar uang. Pasar uang di sini, bukanlah dalam artian jual beli mata uang asing, melainkan instrumen seperti tabungan dan deposito. Orang-orang yang ingin berinvestasi, dapat menitipkan uangnya pada perusahaan yang akan mengelola pembelian saham, obligasi atau penempatan dana kita pada pasar uang, yang disebut dengan Manager Investasi.

Safir Senduk dalam sebuah artikelnya memaparkan bahwa reksadana ini ibarat shalat berjamaah. Kalau kita menabung di bank, membeli obligasi dan saham melalui BEJ, itu ibaratnya shalat sendirian. Tentunya ada kesulitan bila kita membeli obligasi atau saham sendiri. Selain uang yang diperlukan cukup besar (bisa mencapai Rp. 100 juta), saham yang bisa dibeli juga terbatas pada 1-2 perusahaan, kita juga harus memiliki kemampuan analisa yang baik untuk menjual atau membeli obligasi/saham tersebut. Sedangkan pada reksadana, jumlah uang yang diperlukan untuk berinvestasi tidaklah besar, ada yang cuma minimal Rp. 100ribu. Dana yang terkumpul dapat dialokasikan ke berbagai saham/obligasi perusahaan, dan kita tidak perlu memiliki daya analisa tinggi untuk melakukan jual-beli obligasi/saham, melainkan cukup mempelajari kredibilitas Manager Investasi dimana kita akan menaruh dana investasi kita.

Perbedaan reksadana syariah dan konvensional, hanya terletak pada dimana Manager Investasi meletakkan dana invesatasinya. Untuk reksadana saham, bila saham konvensional mengacu kepada saham-saham di IHSG, reksadana syariah mengacu kepada JII (Jakarta Islamic Index). Saat ini hanya ada beberapa perusahaan yang termasuk dalam JII, seperti Telkom, Antam, Unilever, Astra dll. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk tidak halal seperti bank konvensional, rokok, minuman keras, tidak dapat masuk ke dalam JII. Untuk dapat dikategorikan ke dalam JII, saham sebuah perusahaan harus mendapat persetujuan dari Dewan Syariah Nasional MUI yang diatur oleh Bapepam RI.

Dengan terbatasnya daftar perusahaan yang masuk ke dalam JII, secara teori tentunya dari sisi return, reksadana syariah tidaklah setinggi reksadana konvensional. Tapi ternyata anggapan ini dipatahkan oleh PNM Ekuitas Syariah, dimana hanya dalam 6 bulan pembukaannya sejak Agustus 2007, berhasil mendapatkan return sekitar 45%. Lumayankan, dengan modal awal Rp. 500ribu, hanya dalam waktu 6 bulan, investasi kita bertambah menjadi Rp. 700ribuan – dasar mata duitan! *^_^* – Saya jadi nyesel gak buka PNM ES dari dulu, karena dalam rentang yang sama, Danareksa Syariah saya hanya berhasil mendapatkan return 30-35% saja…. (dasar kemaruk!!)

Hanya saja, reksadana saham ini mengandung resiko yang tinggi, dalam artian dana investasi yang kita setorkan kepada Manager Investasi, hilang atau minus, karena kesalahan Manager Investasi menempatkan dananya, atau karena efek penurunan IHSG/JII dan/atau penurunan nilai saham di dunia, atau alasan lainnya.

Bagi yang mau cari aman, bisa saja menempatkan dananya di reksadana obligasi atau pendapatan tetap. Saat ini ada lebih kurang 19 obligasi syariah (atau yang kini dikenal dengan sebutan sukuk) yang tercatat di pasar modal Indonesia. Menurut mbak Dini dari Bhakti Asset Management, reksadana obligasi syariah ini memberikan return yang lebih tinggi dari pada obligasi konvensional. Karena selain obligasi ini hanya terbatas pada 19 perusahaan, demand terhadap obligasi syariah ini cukup tinggi, sehingga intensitas jual beli obligasi syariah ini tinggi juga.

Saat ini saya sudah menempatkan reksadana syariah saya pada 2 perusahaan, Danareksa dan PNM. Kenapa Danareksa dan PNM? Karena keduanya BUMN, jadi kemungkinan bangkrut kecil, hehehe…. Langkah selanjutnya saya tertarik menempatkan dana saya di Fortis Investment yang sekarang sedang naik daun. Tapi apa daya, reksadana syariah Fortis, hanya dijual di HSBC dan HSBC Amanah, yang memiliki target nasabah premium. Sehingga mereka meminta setoran pertama, minimal Rp. 20 juta. Hik hik hik, uang dari mana ya? Semoga reksadana syariah Fortis nantinya dijual juga di bank-bank level mengenah, jadi saya bisa beli *^_^*

Asuransi dan Unit Link

Beberapa perusahaan seperti Takaful, Prudential Syariah dan Allianz Syariah menawarkan paket-paket asuransi murni atau unit link (asuransi sekaligus investasi). Dari hasil baca-baca tulisan sejumlah financial planner, ternyata lebih menguntungkan kalau kita memiliki asuransi murni plus investasi di reksadana daripada punya unit link. Kenapa? Karena unit link menempatkan investasi mereka pada reksadana juga, dengan memotong management fee sampai 5%. Jadi, daripada kena potongan 5% dari si perusahaan asuransi, mendingan beli sendiri langsung ke Manager Investasi-nya kan? Belum lagi adanya biaya2 akusisi yang lumayan merugikan consumer.

Ini juga sudah saya buktikan sendiri dengan menghitung-hitung uang saya yang sudah 4 tahun saya setorkan ke sebuah unit link. Ternyata jauh lebih menguntungkan kalau saya investasi sendiri, 

Dari mas Bakti di Allianz Syariah, saya dan suami mendapat penjelasan bahwa asuransi jiwa syariah, ternyata juga lebih menguntungkan daripada asuransi jiwa konvensional, baik bagi tertangung, maupun bagi perusahaan asuransi. Dalam asuransi jiwa konvensional ada yang namanya zero-sum-game. Dimana uang pertanggungan baru bisa diterima ahli waris, bila tertanggung meninggal dunia. Bila dalam rentang waktu perjanjian tertanggung tidak meninggal, maka uangnya hangus. Sedangkan dalam asuransi jiwa syariah, konsep yang digunakan adalah tabbaru’ (tolong menolong). Dimana sebagian dari uang premi kita akan dipotong ke dalam dana tabbaru dan diinvestasikan. Sebagian lagi diinvestasikan untuk tertanggung. Nah, hasil investasi dana tabbaru’ ini yang akan dibayarkan kepada peserta asuransi jiwa syariah lain, yang meninggal dunia. Jadi bila dalam rentang waktu perjanjian tertanggung meninggal dunia, maka ahli waris akan menerima uang pertanggungan. Sedangkan bila dalam rentang waktu perjanjian tertanggung tidak meninggal dunia, maka uang hasil investasi non-tabbaru’ akan dikembalikan kepada tertanggung. Kalo dihitung2 di Asuransi Takaful, dengan asumsi perkembangan investasi 10% per tahun saja, premi yang dibayarkan akan kembali 20-30% bila tertanggung tidak meninggal dunia.

Menurut suami saya, konsep zero-sum-game merupakan konsep bisnis Yahudi. Seperti pada bisnis bangsa Yahudi umumnya, mereka menganut konsep “loe buntung, gue untung.” Berbeda dengan ekonomi syariah yang berkonsep win-win solution.

Kartu kredit

Danamon Syariah merupakan satu2nya bank yang meluncurkan kartu kredit yang disebut dengan Dirham Card. Mereka mengklaim sebagai kartu kredit syariah pertama di Indonesia. Tapi seingat saya, BII Syariah pernah juga meluncurkan kartu kredit sejenis, walaupun gagal di pasaran. Komentar suami saya, “Yah, (Danamon dan BII) punya Temasek lah, boleh dong mereka ngaku jadi yang pertama.” *^_^*

Terus terang, kartu kredit syariah ini menurut saya agak gak logis. Entah karena otak saya bolot menerima penjelasan marketing kartu ini, atau si pak marketing yang menjelaskan dengan tidak benar. Mereka tidak mengenal bunga, tapi “sewa jaringan” yang besarnya 3% dari nominal hutang (oh well, hanya perbedaan istilah kah?) Selain itu, bila terjadi keterlambatan pembayaran dalam rentang waktu tertentu, dikenakan denda sekian rupiah. Nah lho, bukannya itu yang disebut riba?

Menurut Ustad Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc. pada www.eramuslim.com meminta kembalian lebih dari yang dipinjamkan adalah termasuk riba, berdasarkan hadist “Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali yang sama sebanding. Dan jangan ditambah sebagian atas yang lainnya. Janganlah kalian menjual emas dengan perak kecuali yang sama sebanding. Dan jangan ditambah sebagian atas yang lainnya. Dan janganlah menjual perak yang tidak nampak dengan yang nampak. (HR Bukhari dan Muslim)

Jadi saya belum ngerti dari sisi mana si kartu kredit tersebut dianggap syariah. Selain itu mereka pun tetap mengenakan biaya tahunan sebesar Rp.175ribu rupiah (yang kali ini mereka tawarkan gratis).

Dengan banyaknya keraguan mengenai konsep kartu kredit tersebut, walaupun sudah diperbolehkan oleh MUI, bank-bank syariah lainnya, terutama Bank Syariah Mandiri dan Bank Muammalat, masih menolak konsep ini (source-nya lupa)

Kredit rumah dan mobil

Sebenarnya ini salah satu materi yang menarik juga untuk ditanyakan. Sayang, karena kesorean, kami tidak sempat mengunjungi bank2 yang menawarkan pinjaman berbasis bagi hasil ini. Padahal kami punya pertanyaan besar, “Kenapa pada umumnya, kredit syariah jatuhnya lebih mahal daripada kredit konvesional?” Ada yang bisa bantu menjelaskan?

Tabungan dan Deposito

Mungkin sebagian juga sudah tau kalau perbedaan tabungan/deposito konvensioanal dan syariah itu terletak pada bunga dan bagi hasil. Bagi saya, tabungan hanyalah pengganti dompet dalam bentuk elektronik. Ketimbang bawa2 duit cash, mendingan bawa kartu tabungan yang berfungsi sebagai ATM dan Debit Card. Selain itu, kata ibu2 dan bapak2 financial planner tabungan juga diperlukan untuk menyimpan dana darurat (teorinya sejumlah 6x pengeluaran bulanan), kalo2 kita perlu uang likuid segera.

Deposito? Sekarang ini lagi gak ngetrend lah ya, secara bunganya (ataupun bagi hasilnya) jauh lebih kecil daripada inflasi. Tapi inget2 tahun 1998, asik juga mendadak bunga deposito bisa naik sampe 40%. Tapi waktu itu inflasi naik berapa ratus persen ya? *^_^*./font>

http://lilyardas.wordpress.com/2008/02/04/dari-festival-ekonomi-syariah/

Posted in Mentor Islam, Wawasan | Tagged: , | Leave a Comment »

Sistem Asuransi Syariah Miliki Keunggulan

Posted by WD on October 27, 2008


Sistem Asurasi Syariah memiliki perbedaan dan keunggulan lebih bila dibanding sistem asuransi konvensional. Perbedaan dan keunggulannya terdapat pada prosedur penyimpanan dana, operasionalisasi dana asuransi, dan akadnya.

Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Muhammad Zubair mengatakan, terdapat perbedaan antara asuransi syariah dan konvensional, yaitu penempatan dana berdasarkan bagi hasil bukan bunga, premi tidak boleh digunakan perusahaan asuransi untuk hal-hal yang melanggar syariat, uang yang diberikan pada klien nasabah dari perusahaan tidak boleh digunakan bila premi yang dibayar klien jatuh tempo, dan bila perusahaan untung, maka keuntungan dipotong dua setengah persen untuk zakat.

“Asuransi syariah unggul dari segi akad. Dalam akad harus jelas karena menentukan sah tidaknya secara syariat. Klien nasabah bisa mengambil akad mudharabah atau tabarru. Asasnya bukan jual beli seperti di asuransi konvensional, tapi tolong menolong,” kata Zubair pada Talk Show Islamic Insurance yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Asuransi Syariah (BEMJ AS) Fakultas Syariah dan Hukum, di Teater lt.2, Selasa (1/5).Meski memiliki keunggulan, kata Direktur Utama MAA Life Assurance Syariah Hardy Harahap masih menghadapi sejumlah permasalahan terutama minimnya regulasi yang mengatur sistem asuransi itu. Kini, baru terdapat satu Undang-Undang (UU) yang mengatur secara khusus menyangkut sistem asuransi syariah, yaitu UU Nomor 2 tahun 1992. Kendati demikian, lanjut Hardy, UU itu belum mampu mengakomodasi semua kebutuhan terkait regulasi asuransi syariah.

Hardy mencontohkan, bila terjadi persengketaan antara perusahaan dan klaim nasabah, maka menurut UU itu harus diselesaikan di peradilan syariah. Sementara itu, pemerintah belum menyediakan kelembagaan peradilan syariahnya, peradilan seperti itu baru ada di Aceh. Menghadapi persoalan itu, Hardy meminta pengelola asuransi membuat draf UU yang nanti diajukan ke pemerintah. Upaya itu agar sistem asuransi syariah tidak cacat hukum dan terjaga kemurniannya dari unsur ribawi.

“Asuransi harus dipergunakan demi kemaslahatan umat,” kata Hardy. Perundang-undangannya harus segera dilengkapi, agar mempermudah proses birokrasi dan meningkatnya minat kaum Muslimin untuk segera beralih ke asuransi syariah.*

(Oleh: Endah Salsabila -UIN Online)

http://www.asuransisyariah.net/2008/08/sistem-asuransi-syariah-miliki.html

Posted in Mentor Islam, Suplemen | Tagged: , | Leave a Comment »

Menembus Pasar Global dengan Internet; Tokoh Sukses

Posted by WD on October 27, 2008


Sebagian besar, kalau tidak semua, kisah sukses para wirausahawan selalu dimulai dari kata “coba-coba”. Bedanya, “coba-coba” yang ini dilandasi dengan intuisi yang bagus, kepekaan melihat peluang dan visi ke depan yang jauh. Dan, semua itu ada pada diri Tonton Taufik ketika memutuskan untuk berbisnis lewat internet. Terbilang nekad mengingat ia tak memiliki latar belakang pendidikan formal bidang IT, melainkan Teknik Sipil (Unpar, Bandung). Namun, setidaknya kenekatan itu masih didukung dengan gelar MBA yang diperolehnya dari ITB. Sedangkan inspirasinya datang dari CNN.

“Waktu itu lihat iklan di CNN yang mengatakan 85% buyer datang dari search engine,” kenang Tonton ketika ditemui Niriah.com di sela kesibukannya menjadi pembicara seminar Internet Marketing yang diselenggarakan oleh Hewlett-Packard di Blitz, Grand Indonesia, Jakarta, 28-29 Nopember 2007.

Dengan modal awal kira-kira Rp 5 juta, di bawah bendera Rattandland Furniture, ia membeli domain, membuat website dan menawarkan produk meubel dari rotan untuk pasar luar negeri. Waktu itu menjelang penghujung 1999 dan, ia memulainya “…benar-benar mulai dari nol, sebelumnya saya nganggur dan susah nyari kerja,” ujar pengusaha kelahiran Bandung (14 Agustus 1974) yang kini menetap dan menjalankan bisnisnya di Cirebon itu. Kendati demikian, usaha bisnis rotan bukanlah sesuatu yang sama sekali asing baginya; ia pernah menjadi perantara jasa finishing meubel rotan.

Dari website itulah, Tonton mendapatkan buyer satu demi satu, hingga sekarang telah berjumlah 72 perusahaan dari berbagai negara yang membeli produknya. Meskipun sukses itu tak serta-merta, namun boleh dibilang juga bahwa ia tak banyak mengeluarkan keringat untuk apa yang dicapainya sekarang. Semuanya dikerjakan oleh teknologi. Kuncinya, “Website dibikin dengan benar sedemikian rupa sehingga berada di peringkat atas dalam situs-situs search engine,” ungkap suami dari seorang dokter gigi dan ayah dari dua orang putera masing-masing berusia 4 dan 2,5 tahun itu.

Tonton terus memperbaiki websitenya seiring dengan perkembangan perusahaannya yang sebelumnya berbentuk CV menjadi PT pada 2003 karena domain rattanland juga berubah menjadi dotcom. Kini Tonton telah memiliki sejumlah website lain untuk mewadahi bisnisnya yang terus tumbuh, yakni tradeworld.com, theteak.com dan woodfurniture.net. “Perkembangannya termasuk cepat dan saya tidak membayangkan akan sesukses ini,” tutur dia seraya menyebut bahwa saat ini omset usahanya lebih dari Rp 1 miliar per bulan. Banyak orang mengirim email kepadanya, menanyakan rahasia suksesnya berbisnis lewat internet dan dia pertama kali selalu menekankan untuk membuat website dengan benar agar tertangkap oleh mesin pencari seperti Google.

http://niriah.com/sosok/2id805.html

Posted in Uncategorized, Wawasan | Tagged: , | Leave a Comment »

Apa itu Hotel Syariah?

Posted by WD on October 27, 2008


Hotel syariah adalah hotel sebagaimana lazimnya, yang operasional dan layanannya telah menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah atau pedoman ajaran Islam, guna memberikan suasana tenteram, nyaman, sehat, dan bersahabat yang dibutuhkan tamu, baik muslim maupun non-muslim.

Operasional hotel syariah secara umum tidak berbeda dengan hotel-hotel lainnya, tetap tunduk kepada peraturan Pemerintah, tetap buka 24 jam, tanpa interupsi. Pemasaranya pun terbuka bagi semua kalangan, baik muslim maupun non-muslim.

Penyajian makanan dan minuman menggunakan bahan-bahan halal, serta yang berguna bagi kesehatan. Sajian minuman dihindarkan dari kandungan alkohol. Standard pelayanan hotel syariah adalah keramah tamahan, lembut, kesediaan untuk membantu, sopan dan bermoral.

Sofyan Hotel merupakan salah satu hotel di Indonesia yang operasionalnya berlandaskan syariah. Sebelumnya hotel ini adalah hotel umum. Bagaimana performanya setelah Sofyan Hotel menjadi hotel syariah?
1. Tahun pertama ketika night club ditiadakan, pendapatan Sofyan hotel meningkat 19,55%
2. Beberapa tahun selanjutnya, diskotik ditiadakan peningkatan meningkat sekitar 10%
3. Setelah khamar (alkohol, minuman yang memabukkan) ditiadakan, peningkatan terus melejit 13%
4. Pada 2000 panti pijat (yang sebelumnya menyumbang pendapatan 45 juta/bln) ditiadakan pendapatan Sofyan Hotel meningkat sebanyak 16%

Hotel Sofyan membuktikan berbisnis sesuai syariah memang menguntungkan.

http://niriah.com/tips/2id820.html

Posted in Mentor Islam, Suplemen, Wawasan | Tagged: , | Leave a Comment »

Bunga di Tabungan Bank Syariah?

Posted by WD on October 27, 2008


Saya memiliki anak yang sekolah di SD Islam yang pembayaran SPP-nya menggunakan fasilitas bank syariah. Setiap bulan di saldo tabungan saya, sisa pembayaran SPP, selalu ditemukan tambahan, sama seperti dalam saldo tabungan bank konvensional yang saya miliki. Cuma bedanya, kalau di bank konvensional disebut bunga, di bank syariah istilahnya “bagi hasil”. Saya susah mengingat istilah persisnya dalam bahasa Arab.

Suyono

Jawaban

Bapak Suyono, ada perbedaan mendasar antara bunga tabungan bank konvensional dengan nilai tambah yang diberikan bank syariah setiap bulannya kepada nasabah penabungnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam bank konvensional, bunga merupakan perwujudan time value of money, atau nilai waktu dari uang. Sementara bonus atau bagi hasil bukanlah fungsi waktu namun fungsi dari manfaat uang dalam kegiatan usaha.

Jawaban kali ini sedikit panjang, mengingat kita akan melihat hakikat dari skim transaksinya. Marilah kita lihat konsep menyimpan dana di bank syariah.

Di bank syariah, nasabah dapat menabung dengan dua cara. Yaitu: Menitipkan Dana ke Bank (skim Wadiah) dan menginvestasikan dananya pada bisnis bank syariah dengan pola bagi hasil (skim Mudharabah)

Skim Titipan atau Wadiah dapat dilakukan dengan dua model:

• Wadiah Yad Ad-Dhamanah, maksudnya adalah titipan dimana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik menghendakinya. Dalam hal titipan uang, maka uang titipan akan digabungkan bersama-sama dana nasabah lain dalam pool-of-fund yang dapat digunakan kebutuhan pembiayaan bank syariah kepada nasabahnya. Skim ini yang umum digunakan untuk Giro dan Tabungan tidak berjangka.

• Wadiah Yad Al-Amanah, maksudnya adalah titipan dimana si penerima titipan tidak diperkenankan memanfaatkan barang titipan tersebut dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat dibutuhkan pemiliknya. Penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut. Aplikasi Wadiah Yad Al-Amanah antara lain adalah Safe Deposit Box.

Berkaitan dengan Wadiah Yad Ad-Dhamanah, karena bank syariah mendapatkan manfaat dari penggunaan barang titipan tersebut (uang), maka bank syariah diperbolehkan membagi keuntungannya tersebut sebagai bonus/hadiah kepada nasabah yang menitipkankan dana dengan skim Wadiah Yad Ad-Dhamanah. Bonus inilah yang terlihat sebagai tambahan yang mirip bunga pada tabungan anak Bapak Suyono.

Apa perbedaan mendasar antara bonus simpanan wadiah dengan bunga bank konvensional?

Pada bank konvensional dengan sistem bunga, bank menjanjikan suatu nilai tertentu (biasanya dinyatakan dalam prosentasi suku bunga per tahun) untuk nilai uang yang ditabung. Penentuan suku bunga dibuat dengan pedoman dasar harus selalu menguntungkan untuk pihak Bank. Nilai ini harus dipenuhi bank tidak peduli apakah bank rugi atau untung besar. Meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik, bank tetap hanya akan membayar sejumlah nilai yang dijanjikan. Model simpanan seperti ini dapat merugikan salah satu pihak.

Bank Syariah tidak menjanjikan bonus untuk nasabah tabungan dengan skim wadiah. Bonus dapat diberikan sesuai kondisi keuangan bank syariah setelah perhitungan dan proses bagi hasil antara bank dan nasabahnya.

Bank syariah lebih merugikan nasabah? Jika kita lihat hakikat menitipkan uang, tentunya motivasi utama nasabah bukanlah bonus, tetapi agar dananya aman. Jadi tidak ada masalah jika bank syariah tidak membagi bonusnya dan menjadi rejeki jika bank syariah membagi bonusnya. Masalahnya, seringkali bank syariah sedikit ’memaksa diri’ untuk memberikan bonus agar manfaat bagi nasabah setara dengan tabungan bank konvensional. Hal ini yang membuat nasabah menjadi tidak mudah membedakan mana bunga mana bonus.

Bagaimana dengan nisbah pada deposito di bank syariah yang diperjanjikan pada saat akad? Bentuknya nilainya pun serupa dengan bunga bank karena menggunakan prosentase. Apa perbedaan dengan bunga?
Deposito dan tabungan berjangka di bank syariah menggunakan skim investasi dan bagi hasil (mudharabah). Hal ini sesuai dengan konsep investasi yang umumnya adalah berbentuk penempatan dana jangka panjang.

Jenis investasi dana secara mudharabah di bank syariah terbagi menjadi:

• Mudharabah Al-Mutlaqah, adalah kerjasama antara dua pihak dimana shahibul maal (pemilik dana) menyediakan modal dan memberikan kewenangan penuh kepada mudharib (pihak yang menjalankan bisnis – dalam hal ini bank syariah) dalam menentukan jenis dan tempat investasi. Keuntungan dan juga kerugian dibagi menurut kesepakatan awal. Skim ini umum digunakan untuk deposito atau tabungan berjangka. Nasabah tidak perlu menentukan ke mana dananya akan diinvestasikan oleh bank syariah.

• Mudharabah Al-Muqayyadah, adalah kerjasama antara dua pihak dimana shahibul maal menyediakan modal dan memberikan kewenangan terbatas kepada mudharib dalam menentukan jenis dan tempat investasi. Keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan awal. Skim ini biasanya digunakan untuk mewadahi kebutuhan nasabah (umumnya adalah nasabah besar seperti perusahaan dan pemerintah) untuk menggunakan bank syariah sebagai perpanjangan tangannya untuk berinvestasi pada sektor bisnis tertentu. Dana dari nasabah dengan skim Mudharabah Al-Muqayyadah tidak disatukan dalam pool-of-fund bank syariah, namun dikelola secara terpisah.

Nasabah pemilik dana (sahibul maal) dan bank syariah sepakat dalam akad investasi mudharabah untuk berbagi keuntungan (termasuk kerugian) hasil usaha kegiatan pembiayaan oleh bank syariah yang melibatkan dana nasabah. Perjanjian bagi hasil dituangkan dalam proporsi misalnya 60% untuk nasabah, 40% untuk bank. Ini yang dikenal dengan nama nisbah bagi hasil.

Pada akhir bulan, setelah perhitungan pendapatan dari pembiayaan didapatkan, bank syariah akan membagi keuntungan sesuai proporsi dana nasabah dan nisbah bagi hasilnya. Jika bank syariah mengalami kerugian, maka apakah nasabah tetap menerima bagi hasil atau tidak sangat tergantung dari sistem bagi hasil yang diterapkan bank syariah. Jika diterapkan revenue sharing seperti umumnya bank syariah di Indonesia maka bagi hasil nasabah akan tetap diterima, namun jika yang digunakan adalah profit sharing, maka nasabah hanya akan menerima bagi hasil jika bank syariah mencatat laba.

Setelah membaca uraian di atas maka kita dapat menarik perbedaan jelas antara bunga bank konvensional dengan manfaat bagi hasil investasi dana bank syariah. Bank konvensional tidak mengkaitkan nilai bunga dengan revenue atau profit-nya. Bunga adalah konsekuensi bagi bank umum memegang uang nasabah, tidak peduli apakah uang itu diputar dalam usahanya atau tidak. Sementara pada investasi dana di bank syariah, nasabah mempercayakan bank syariah untuk mengelola dananya. Keuntungan dari usaha pengelolaan dana tersebut yang dibagi sesuai nisbah yang dijanjikan.

Bagaimana jika besar bunga bank konvensional dan bagi hasil bank syariah tidak jauh berbeda? Hakikatnya tidak mengubah apa-apa, bunga bank umum tetap tidak sama dengan bagi hasil bank syariah. Hal ini karena bunga dan bagi hasil diperoleh dengan cara yang berbeda.

Jadi Pak Suyono, tidak usah ragu menerima bonus ataupun bagi hasil jika Bapak menyimpan dana di bank syariah, meskipun mungkin nilai bonus/bagi hasil tidak jauh berbeda dengan penerimaan bunga dari bank konvensional. Bonus dan/atau bagi hasil itu halal hukumnya secara syariah, sepanjang didapatkan dengan cara yang sesuai syariah.

Ivan Irawan

Wirausahawan dan Praktisi TI Perbankan Syariah

http://niriah.com/konsultasi/finansial/4id8.html

Posted in Suplemen, Wawasan | Tagged: , , | Leave a Comment »

Penemu Tangga Nada Solmisasi – Notasi Musik

Posted by WD on October 25, 2008


Tangga nada yang kemudian menjadi dasar dari notasi musik ini ternyata ditemukan oleh para ilmuwan Muslim. Fakta penting ini diungkapkan pertama kali oleh Jean Benjamin de La Borde, seorang ilmuwan dan komponis Perancis, dalam bukunya Essai sur la Musique Ancienne et Moderne (1780). Dalam bukunya ini La Borde secara alfabet menyebut notasi musik yang diciptakan oleh sarjana Muslim. Notasi itu terdiri atas silabels (yang kita kenal sebagai solmisasi) dalam abjad Arab, yaitu Mi Fa Shad La Sin Dal Ra. Menurut La Borde, notasi abjad Arab ini kemudian ditransliterasikan oleh ilmuwan Eropa ke dalam bahasa Latin, yang entah bagaimana diklaim sebagai himne St. John.

Transliterasi ini digunakan pertama kali oleh pemusik Italia Guido Arezzo (995-1050) yang terkenal dengan teori Guido’s Hand-nya. Program British Channel 4 yang menayangkan acara sejarah musik mengatakan bahwa Guido-lah pencipta sistem solmisasi, tanpa sedikit pun mengungkapkan fakta temuan oleh ilmuwan Muslim. Namun, La Borde tidak sendirian. Komposer Eropa lain, Guillaume-André Villoteau (1759-1839), mengambil sikap seperti La Borde, yakni mengakui bahwa solmisasi adalah ciptaan orang-orang Islam.

La Borde melakukan penelitian dengan cara membanding-bandingkan antara notasi yang berasal dari Guido’s Hand dengan notasi berabjad Arab. La Borde sampai pada kesimpulan bahwa Guido’s Hand tidak lebih contekan Guido Arezzo dari sistem notasi yang ditemukan oleh sarjana Muslim.

“Secara fisik, tampilan solmisasi berabjad Arab itu berfungsi sebagai model yang ditiru oleh Guido Arezzo,” tulis La Borde. Ia kemudian membuat monograf yang menampilkan perbandingan yang kritis antara model solmisasi temuan ilmuwan Muslim dan solmisasi yang dibuat Guido Arezzo yang kemudian diakui sebagai notasi musik hingga kini.

Notasi Arab

Notasi Arab digunakan sejak abad ke-9, yaitu ketika ahli-ahli musik Muslim seperti Yunus Alkatib (765) dan Al-Khalil (791), peletak dasar sistem persajakan dan leksikografi Arab, yang diikuti oleh Al-Ma’mun (wafat 833) dan Ishaq Al-Mausili (wafat 850), memperkenalkan sistem notasi dalam bermusik dalam bukunya yang terkenal di Barat, Book of Notes and Rhythms dan Great Book of Songs, selain Kitab Al-Mausiqul Kabir-nya Ibn Al-Farabi (872-950).

Temuan Al-Ma’mun dan Al-Mausili diteliti dan dikembangkan oleh Abu Yusuf bin Ishaq Al-Kindi (801-874), Yahya ibn Ali ibn Yahya (wafat 1048), Ahmad Ibn Muhammad As-Sarakhsi (wafat1286), Mansur Ibn Talha bin Tahir, Thabit ibn Qurra (wafat 1288), dan ilmuwan Muslim lainnya. Dominucus Gundissalinus (wafat 1151) dan The Count Souabe Hermanus Reichenau, dua ahli musik Barat, meneliti dan mengembangkan temuan Al-Kindi. Selain itu, teori-teori musik yang diciptakan Ibnu Sina dan Ibnu Rushd juga berpengaruh pada perkembangan musik Eropa sebagaimana teori-teori mereka dalam ilmu kedokteran.

Sebelum Guido Arezzo mengklaim notasi musik dengan Guido’s Hand-nya, teori musik telah berkembang pesat di Spanyol melalui Ziryab (789-857), pemusik andal dan ahli botani yang hijrah dari Baghdad, dan Ibn Firnas (wafat 888) yang memperkenal musik oriental kepada masyarakat Spanyol dan mengajarkannya untuk pertama kali di sekolah-sekolah di Andalusia.

Guido, Murid Constantine Afrika

Soriano, seorang peneliti musik asal Spanyol, mengungkapkan fakta tentang Guido Arezzo. Pemusik yang dianggap sebagai penemu notasi musik itu mempelajari Catalogna, sebuah buku teori musik berbahasa Latin yang memuat temuan-temuan di bidang musik oleh ilmuwan Muslim.

Hunke, peneliti lain, menulis bahwa notasi abjad Arab yang membentuk notasi musik ditulis dalam Catalogna pada abad ke-11 dan diterbitkan di Monte Cassino, sebuah daerah di Italia yang pernah dihuni oleh komunitas Muslim dan tempat yang pernah disinggahi Constantie Afrika, ilmuwan Muslim asal Tunisia yang masuk ke Italia melalui Salerno. Salah satu ilmu yang diajarkan oleh Constantine Afrika kepada orang-orang barbar dan terbelakang di Salerno adalah musik. Semua terjemahan yang dilakukan Constantine Afrika terhadap buku-buku temuan ilmuwan Muslim memang menjadi acuan para pelajar Eropa.

Apalagi, Constantine juga membuka kesempatan kepada mereka untuk belajar ke Spanyol, yang ketika itu sedang diramaikan oleh kuliah musik dengan guru besar para ilmuwan/musikus Muslim seperti Ziryab dan Ibn Farnes. Banyak pelajar lulusan sekolah musik di Spanyol berasal dari Italia, salah satunya adalah Gerbert Aurillac (wafat 1003), yang kemudian dikenal sebagai peletak dasar musik di negara-negara Eropa dan melahirkan banyak pakar musik Barat.

Sumber: majalah annida

http://forum.dudung.net/index.php?topic=9903.0

Posted in Suplemen, Wawasan | Tagged: , , | 4 Comments »